Beranda | Artikel
Durhaka Kepada Orang Tua
Rabu, 30 Maret 2005

DURHAKA KEPADA ORANG TUA

Suatu kisah yang mungkin telah akrab di telinga sebagian pembaca. Kisah tentang Juraij, sosok pemuda shalih dari kalangan bani Israil yang menjadi buah bibir kaumnya karena ketaatannya. Suatu ketika, saat Juraij sedang shalat di dalam mihrab, ibundanya memanggil. Hati pemuda ni pun berbisik penuh kebimbangan, “Ya Allah, manakah yang harus kupilih, shalatku ataukah menjawab panggilan ibuku?” Ia pun memilih untuk meneruskan shalatnya. Kejadian serupa terulang keesokan harinya. Rupannya sikap Juraij yang tidak menjawab panggilan ibundanya, membuat sang Ibu kecewa dan marah. Akhirnya terucaplah sebait doa dari kedua bibirnya, “Ya Allah, jangan kau wafatkkan Juraij sebelum ia bertemu dengan wanita pezina”. Doa sang Ibu menjadi kenyataan, Juraij dituduh berzina dengan seorang pelacur hingga si wanita melahirkan bayi.

Hanya saja kuasa Allah membuat sang bayi mampu berbicara dan menjelaskan siapa sebenarnya ayah sang bayi. Juraij pun terbebas dari tuduhan berzina.

Penuturan kisah diatas menunjukkan betapa penting memperhatikan orang tua. Hanya tidak menjawab penggilan ibundanya saja sudah demikan akibatnya. Apalagi dengan ‘uquuqul walidain (durhaka kepada orang tua) yang banyak menyentuh keseharian manusia. Jelas sekali, uquuqul walidain merupakan akhlak tercela yang berseberangan dengan jiwa Islam. Islam dengan lantang mengumandangkan birrul walidain (berbakti kepada orang tua) sebagai akhlak mulia. Islam dengan gamblang menjelaskan tentang agungnya hak kedua orang tua, kebesaran derajat dan luhurnya martabat mereka. Perintah yang tergurat secara tegas untuk berbakti kepada kedua orang tua serta larangan keras mendurhakai mereka berulang-ulang diulas dalam Kitabullah dan diperinci lebih dalam di sunnah Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Kiranya, betapapun Islam telah memahatkan keagungan pada kedudukan orangtua, tetap saja fenomena uquuqul walidain ini bergulir, semakin menyebar dan menjelajah dalam denyut kehidupan. Manusia semakin jauh dari tuntunan yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Budaya Barat yang jelas-jelas menyelisihi etika Islam menjadi sandaran banyak orang.

Teladan Salafush Shalih yang mengukir sejarah kehidupan di atas pendar cahaya keimanan menjadi hal asing dan tak dikenal.

Pembahasan masalah uquuqul walidain ini sangat perlu untuk diketengahkan, agar kita dapat menjauhinya, dan sebagai peringatan bagi orang-orang yang terjerumus pada perbuatan dosa besar ini agar segera bertaubat dari kesalahannya, Kesalahan bukan hal paten yang tidak bisa diubah dan dikoreksi, dan koreksi atas sebentuk kesalahan adalah sebuah kemungkinan. Karena manusia selalu berubah. Dan tidak ada perubahan yang diharapkan kecuali ke arah yang lebih baik. Perubahan merupakan dinamika kehidupan manusia sebagai sunnahtullah yang berlaku bagi hamba-Nya.

Jika saja seorang hamba mau meniti jalan yang mengantarkan mereka kepada sebaris solusi dari sekerat permasalahan, sebagaimana firman Allah Ta’ala

إِنَّ اللهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوْا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri [Ar Ra’du/13 : 11].

Dan juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ وَ إِنَّمَا الْحِلْمُ بِالتَّجَلُّمِ، وَ مَنْ يَتَحَرَّ الْخَيْرَ يُعْطِهِ، وَ مَنْ يَتَوَقَّ الشَّرَّ يُوْقَ

“Sesungguhnya ilmu didapatkan melalui belajar, sikap santun diperoleh melalui berlatih, barangsiapa bersungguh-sungguh mencari kebaikan niscaya akan diberi, dan barang siapa menjaga diri dari kejelekan niscaya akan dijaga“. [Dikeluarkan oleh Al Khatib dalam tarikhnya 9/127 dan dihasankan oleh Syaikh Al Albany dalam Ash shahihah (342)]

DEFENISI UQUUQUL WALIDAIN
Al- ‘uquuq (durhaka) adalah lawan kata dari al- birr (berbuat baik). Ibnu al- Manzhur berkata: mendurhakai bapak artinya keluar dari ketaatan kepadanya, mendurhakai orang tua berarti memutuskan hubungan dengan mereka dan tidak menjalin kasih sayang kepada mereka” [Lisanul Arab10/256]

Ia juga berkata: “dan di dalam hadits, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mendurhakai para ibu, dan al-‘ uquuq adalah lawan dari al-birr. Makna asal kata al-uquuq adalah asy-syaqq ( membelah) dan al-qath’u (memotong/memutuskan)” [Lisanul Arab 10/257]

CELAAN UNTUK UQUUQUL WALIDAIN
Uquuqul walidain merupakan satu dosa besar diantara daftar dosa –dosa besar yang lain. Larangan uquuqul walidain menyertai larangan berbuat syirik kepada Allah. Uququl Walidain dapat mengakibatkan turunnya adzab bagi pelakunya di dunia, dan merupakan sebab tertolaknya amalan dan salah satu sebab masuk neraka. Uquuqul walidain merupakan sikap pengingkaran terhadap keutamaan dan kebaikan, semacam indikasi kedunguan hati dan bentuk kebodohan perilaku serta gejala kekerdilan jiwa.

Hal tersebut terpatri pada pelaku uquuqul walidain, tidak lain karena hak orang tua yang sedemikian unggul, dan kedudukan mereka yang begitu tinggi. Berbuat baik kepada keduanya merupakan amalan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah, amalan paling utama dan amalan yang paling dicintai oleh Allah. Perintah birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua) menyertai perintah untuk bertauhid kepada Allah, dan merupakan sebab masuknya seseorang ke surga. Fitrah manusia secara konvensi mengakui wajibnya birrul walidain dan dipertegas lagi dengan syariat samawi yang menyepakatinya.

Birrul walidain merupakan akhlak para nabi, kebiasaan orang-orang salih, satu sebab bertambahnya umur, keluasan rizki, terbebas dari kesusahan, terkabulnya doa, kebaikan hidup, serta sebab bagi baiknya seorang anak dan keshalihannya. Birrul walidain merupakan pembuktian atas benarnya keimanan seseorang, kemuliaan jiwa dan kesempurnaan loyalitas.

Di dalam Al-Qur’an banyak disebut tentang hak-hak orangtua dan perintah untuk berbakti kepada keduanya serta melarang mendurhakai mereka. Allah ta’ala telah menempatkan hak orangtua setelah hak-Nya dalam banyak ayat.

Firman Allah ‘Azza wa Jalla.

وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukannya dengan sesuatupun, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak. [An-Nisaa/4 : 36]

Dan firmanNya.

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَاحَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Katakanlah:”Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Rabbmu, yaitu janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia dan berbuat baiklah kepada kedua orangtua. [Al-An’am/6 : 151]

Lalu firmanNya yang lain

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلآ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَتَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapakanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan” ucapkanlah: “Wahai Tuhanku kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil. [Al-Isra/17 : 23-24]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah menjelaskan perintah birrul walidain secara gamblang, dan melarang mendurhakai mereka dalam banyak hadits, diantaranya adalah riwayat Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘anhu, ia berkata:

سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم :أَيُّ عَمَلٍ أَحَبُّ إِلَى اللهِ تَعَالَى؟ قَالَ: اَلصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا. قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: بِرُّ الْوَالِدَيْنِ .قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: اَلْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ

Aku bertanya kepada Rasulullah n :“Amalan apakah yang paling dicintai Allah Ta’ala? Beliau menjawab:”Shalat pada waktunya, “ Aku bertanya “ Kemudian apalagi?” Beliau menjawab:”Berbakti kepada kedua orangtua” Aku bertanya:”Kemudian apalagi?” Beliau menjawab:” Jihad fi sabilillah” [Al Bukhari /527, dan Muslim/85]

Dan juga riwayat lain dari sahabat Abdullah bin Al ‘Ash Radiallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda :

اَلْكَبَائِرُ : الإشْرَاكُ بالله وَ عُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ وَ قَتْلُ النَّفْسِ وَ الْيَمِيْنُ الْغَمُوْسُ

Dosa-dosa besar (diantaranya adalah):berbuat syirik kepada Allah, durhaka kepada orangtua, membunuh jiwa dan sumpah palsu. [Al Bukhari 6675].

JENIS – JENIS UQUUQUL WALIDAIN
Uquuqul walidain memiliki banyak bentuk dan beragam jenisnya, antara lain:

  1. Membuat keduanya menangis baik dengan perbuatan ataupun ucapan.
  2. Menghardik keduanya dengan menyemburkan kata keras dan kasar, berseru “ah” dan berkeluh kesah saat diperintah keduanya Allah Ta’ala berfirman. فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّMaka jangan sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”[Al-Isra/17 : 23]
  3. Bermuka masam dan mengerutkan kening dihadapan mereka.
  4. Memandang dengan pandangan marah dan merendahkan, memalingkan muka, memotong pembicaraan, mendustai serta membantah ketika mereka berbicara
  5. Tidak membantu pekerjaan rumah orangtua, bahkan memerintah mereka seperti layaknya pembantu; seperti memerintah ibu menyapu rumah, mencuci baju atau pun menyiapkan makanan. Perilaku seperti ini tidak boleh dilakukan terutama jika sang ibu telah lemah dan sakit. Adapun jika sang ibu melakukannya dengan senang hati (bukan karena perintah anak) maka hal ini boleh saja, dengan rasa terimakasih kepadanya dan tetap mendoakannya.
  6. Mengkritik makanan buatan ibu. Dalam hal ini ada dua larangan, pertama larangan mencela makanan karena Rasulullah tidak pernah mencela makanan sedikitpun, jika beliau suka beliau makan dan jika beliau tidak suka beliau tidak memakannya. Kedua, kritikan terhadap masakan ibu menunjukkan minimnya adab anak kepada ibu.
  7. Tidak menganggap dan tidak menghargai pendapat mereka.
  8. Tidak minta izin saat masuk menemui mereka.
  9. Memancing masalah di depan mereka dan menjatuhkannya dalam lubang kesulitan.
  10. Memercikkan caci maki, laknat, dan celaan terhadap orang tua di hadapan orang banyak, membeberkan aib dan mencemarkan nama baik mereka dengan cara melakukan perbuatan hina yang menghilangkan kemuliaan dan kewibawaan.
  11. Membawa kemungkaran-kemungkaran ke rumah dan melakukannya dihadapan mereka.
  12. Membebani mereka dengan segunung permintaan.
  13. Mendahulukan ketaatan kepada istri daripada ketaatan kepada orangtua (untuk laki-laki), adapun wanita yang telah bersuami, maka ketaatan kepada suami wajib diutamakan daripada ketaatan kepada orangtua.
  14. Meninggalkan mereka di saat mereka membutuhkan (misal dengan menitipkan di panti jompo).
  15. Berlepas diri dari mereka, merasa malu jika menyebut dan menisbatkan diri kepada mereka
  16. Menganiaya, memukul, mendiamkan dan menasehati mereka dengan cara yang tidak baik ketika mereka terlibat dalam kemaksiatan
  17. Bakhil, kikir mengungkit-ungkit dan menghitung-hitung pemberian dan bantuan yang diberikan kepada mereka
  18. Mencuri harta orangua.
  19. Mengharapkan kematian orangtua atau pun membunuh mereka agar terbebas dari mereka.

SEBAB-SEBAB UQUUQUL WALIDAIN

  1. Ketidaktahuan akan adanya adzab bagi orang yang melakukan dosa tersebut serta (ketidak tahuan akan) adanya pahala bagi mereka yang berbakti kepada orangtua.
  2. Pendidikan yang buruk. Orang tua tidak mendidik anak di garis ketaqwaan, kebaikan, menyambung tali silaturahmi, serta jalan-jalan keluhuran, sehingga menggiring anak kepada uquuqul walidain.
  3. Adanya kontradiksi ucapan dan perbuatan orangtua yang menyebabkan ketidak selarasan antara anak dan orangtua. Orangtua memerintah anak dengan suatu perintah sementara mereka sendiri tidak melaksanakan perintah tersebut atau bahkan melakukan hal yang bertentangan. Padahal dalam konteks pendidikan islami, konsistensi (keistiqomahan) orangtua dalam menjalankan syariat merupakan satu faktor penting bagi keberhasilan pendidikan anak dan pembentukan kepribadian mereka. Anak memiliki potensi besar untuk mencontoh.apa yang mereka lihat dan mereka dengar.
  4. Perlakuan buruk orang tua terhadap anak.
  5. Kedurhakaan orang tua kepada orang tua mereka sendiri. Ini adalah faktor penyebab yang paling banyak terjadi. Jika seseorang mendurhakai orang tuanya maka ia akan dibalas dengan kedurhakaan anaknya sendiri kepadanya, karena dua alasan, pertama: karena anaknya mencontoh perbuatannya tersebut, kedua: balasan suatu perbuatan adalah sebanding dengan perbuatan tersebut.
  6. Minimnya ketaqwaan orang tua saat terjadi perceraian. Tidak selamanya konflik rumah tangga dapat terselesaikan dengan baik. Tak jarang sebuah konflik berakhir dengan perceraian. Terkadang pula perceraian tersebut berlangsung dengan cara yang tidak baik. Tatkala anak-anak berada bersama ibu, sang ibu membeberkan aib sang ayah kepada anak-anaknya dan menghasut mereka untuk menjauhi dan mendiamkan sang ayah. Demikian halnya yang dilakukan oleh sang ayah ketika anak-anak mengunjunginya. Disadari atau tidak hal ini akan mendorong anak untuk mendurhakai keduanya.
  7. Diskriminasi diantara anak yang pada akhirnya akan menumbuhkan kebencian kepada orang tua, sehingga perselisihan dan percekcokan mewarnai hubungan diantara anak-anak.
  8. Mengutamakan kesenangan hidup pribadi daripada berbakti kepada orang tua. Sebagian manusia yang memiliki orangtua berusia lanjut dan sakit-sakitan, menginginkan segera terbebas dari keduanya, baik dengan cara mengirim keduanya ke panti jompo atau pun dengan mencari tempat tinggal jauh dari mereka, demi kesenangan hidup pribadi.. Padahal tidaklah mereka akan merasakan sebersit ketenangan dan secuil kebahagian hidup kecuali dengan senantiasa menyertai, menemani orangtua dan berbuat baik kepada mereka.
  9. Minimnya motivasi orang tua dalam membimbing anak-anak untuk berbakti kepada orangtua, sementara proses internalisasi nilai-nilai selain islam semakin deras mengalir merebut perhatian anak-anak., sedangkan penanaman prinsip pada diri anak-anak harus dilakukan sedini mungkin. Seorang anak, jika tidak mendapatkan bimbingan dan arahan, akan cenderung menyimpang dan meremehkan masalah birrul walidain (berbuat baik kepada orangtua)
  10. Akhlaq istri yang buruk. Seorang istri yang berakhlaq buruk cenderung menghalangi suaminya ketika sang suami hendak berbuat baik kepada orangtua dan berusaha menghasut sang suami untuk mengeluarkan mereka dari rumah agar dia merasa lebih leluasa.
  11. Minimnya kepekaan anak terhadap musibah yang menimpa orang tua.

SOLUSI
Dari ulasan di atas dapatlah kita ketahui bahwa uquuqul walidain adalah perbuatan tercela yang tidak layak dilakukan oleh pribadi yang mendapat petunjuk, yang memiliki akal, ketaqwaan serta keshalihan. Perbuatan tercela ini tidaklah terlahir kecuali dari pribadi yang buta akan agung dan luhurnya kedudukan orangtua, akan gemilangnya derajat dan martabat sepasang ayah ibu. Tidakkah kita membayangkan betapa besar pahala yang Allah janjikan bagi orang yang memuliakan keduanya dan betapa keras ancaman siksa bagi mereka yang mendurhakai keduanya?.

Oleh sebab itu, jawaban dari permasalahan ini tidak lain adalah kembali kepada ajaran dien islam secara kaffah. Mempelajarinya dengan segenap kesungguhan untuk kemudian direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. sebagai bentuk pengabdian Dan semata-mata karena berharap balasan di sisi Allah dan takut ancaman siksa-Nya yang keras dan pedih. Dan hendaklah kita mencontoh akhlaq salafush sahlih, generasi terbaik umat ini.

Semoga Allah menjadikan kita termasuk ke dalam golongan hamba-Nya yang masuk ke dalam Islam secara kaffah dan mengamalkannya dengan sebenar-benar pengamalan.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas diri Rasulullah, keluarga serta para shahabat beliau.

(Disadur oleh Hanin Az Zarqa’ Asy syirbuniyyah dari kutaib Uquuqul Walidain;asbaabuhu, mazhahiruhu,subuulul’ilaaj karya Muhammad bin Ibrahim Al Hamd; Daar Ibni Khuzaimah cetakan III/1416H-1997 hal. 3-37)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun VI/1423/2002M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1390-durhaka-kepada-orang-tua.html